BAB VIII
KEUANGAN
DAN HARTA KEKAYAAN
Pasal 30
Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bersumber dari:
a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga;
b. hasil usaha yang sah; dan
c. bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.
Pasal 31
(1) Dalam hal bantuan
pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, berasal
dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan anggota.
Pasal 32
Pasal 32
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi
pengurus dan anggotanya.
Pasal 33
Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta investasi
dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Pasal 34
(1) Pengurus
bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta kekayaan
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Pengurus
wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta
melaporkan secara
berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
BAB IX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 35
Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat
buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai
kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBUBARAN
Pasal 37
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam hal:
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang
mengakibatkan putusnya
hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan
setelah seluruh kewajiban
pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.
Pasal 38
(1) Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam hal:
a. serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti
melakukan kejahatan
terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal putusan
yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai
dasar gugatan pembubaran
serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.
(3) Gugatan
pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan
oleh instansi pemerintah
kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan
berkedudukan.
Pasal 39
(1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan
kewajibannya, baik terhadap
anggota maupun pihak lain.
(2) Pengurus
dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan
yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama
3 (tiga) tahun sejak putusan
pengadilan mengenai pembubaran serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
BAB XI
PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN
Pasal 40
Untuk menjamin
hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh
melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan
pengawasan sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 41
Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan tindak pidana
BAB XII SANKSI
Pasal 42
(1) Pelanggaran terhadap
Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal
21 atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
(2)
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang dicabut
nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi
ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.
Pasal 43
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahata
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 44
(1) Pegawai negeri sipil mempunyai
hak dan kebebasan untuk berserikat.
(2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
(1) Pada saat diundangkannya undang-undang
ini serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor
bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun terhitung
sejak mulai berlakunya undang-undang
ini.
(2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap
tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.
Pasal 46
Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum selesai diproses
saat undang-undang ini mulai berlaku,
harus diproses menurut
ketentuan undang-undang ini
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penetapannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DJOHAN EFFENDI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar